Rabu, 21 Desember 2011

PENGERTIAN APBN,STRUKTUR APBN

APBN


PENGERTIAN APBN

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, atau disingkat APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN, Perubahan APBN, dan Pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang.


Anggaran negara pada suatu tahun secara sederhana bisa dibaratkan dengan anggaran perusahaan yang memiliki dua sisi, yaitu sisi penerimaan dan sisi pengeluaran. Sisi penerimaan anggaran perusahaan banyak ditentukan oleh hasil penerimaan dari penjualan produk, yang dipengaruhi oleh daya beli masyarakat sebagai cerminan pertumbuhan ekonomi. Adapun sisi pengeluaran anggaran perusahaan dipengaruhi antara lain oleh perubahan harga bahan baku, tariff listrik dan bahan bakar minyak (BBM), perubahan ketentuan upah, yang secara umum mengikuti perubahan tingkat harga secara umum.

Ketidakpastian yang dihadapi perusahaan dalam menyusun anggaran juga dihadapi oleh para perencana anggaran negara yang bertanggungjawab dalam penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN). Setidaknya terdapat enam sumber ketidakpastian yang berpengaruh besar dalam penentuan volume APBN yakni (i) harga minyak bumi di pasar internasional; (ii) kuota produksi minyak mentah yang ditentukan OPEC; (iii) pertumbuhan ekonomi; (iv) inflasi; (v) suku bunga; dan (vi) nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika (USD). Penetapan angka-angka keenam unsur diatas memegang peranan yang sangat penting dalam penyusunan APBN. Hasil penetapannya disebut sebagai asum-asumsi dasar penyusunan RAPBN.

STRUKTUR APBN

Secara garis besar APBN terdiri dari 5 (lima) komponen utama yaitu (i) Pendapatan Negara dan Hibah; (ii) Belanja Negara; (iii) Keseimbangan Primer; (iv) Surplus/Defisit Anggaran; dan (v) Pembiayaan. Format APBN secara lebih rinci adalah sebagai berikut :
I. Pendapatan Negara dan Hibah
II. Belanja Negara
III. Keseimbangan Primer
IV. Surplus/Defisit Anggaran
V. Pembiayaan

PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH

1. Penerimaan Dalam Negeri, terdiri atas:
1. Penerimaan Perpajakan, terdiri atas
1. Pajak Dalam Negeri, terdiri atas Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Cukai, dan pajak lainnya.
2. Pajak Perdagangan Internasional, terdiri atas Bea Masuk dan Tarif Ekspor.
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), terdiri atas:
1. Penerimaan SDA (Migas dan Non Migas)
2. Bagian Laba BUMN
3. PNBP lainnya
2. Hibah

BELANJA NEGARA

1. Belanja Pemerintah Pusat, adalah belanja yang digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan Pemerintah Pusat, baik yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah (dekonsentrasi dan tugas pembantuan). Belanja Pemerintah Pusat dapat dikelompokkan menjadi: Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal, Pembiayaan Bunga Utang, Subsidi BBM dan Subsidi Non-BBM, Belanja Hibah, Belanja Sosial (termasuk Penanggulangan Bencana), dan Belanja Lainnya.
2. Belanja Daerah, adalah belanja yang dibagi-bagi ke Pemerintah Daerah, untuk kemudian masuk dalam pendapatan APBD daerah yang bersangkutan. Belanja Daerah meliputi:
1. Dana Bagi Hasil
2. Dana Alokasi Umum
3. Dana Alokasi Khusus
4. Dana Otonomi Khusus.

Dana Alokasi Umum (DAU) adalah sejumlah dana yang dialokasikan kepada setiap Daerah Otonom (provinsi/kabupaten/kota) di Indonesia setiap tahunnya sebagai dana pembangunan. DAU merupakan salah satu komponen belanja pada APBN, dan menjadi salah satu komponen pendapatan pada APBD. Tujuan DAU adalah sebagai pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan Daerah Otonom dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Alokasi Umum terdiri dari:
1. Dana Alokasi Umum untuk Daerah Provinsi
2. Dana Alokasi Umum untuk Daerah Kabupaten/Kota

Jumlah Dana Alokasi Umum setiap tahun ditentukan berdasarkan Keputusan Presiden. Setiap provinsi/kabupaten/kota menerima DAU dengan besaran yang tidak sama, dan ini diatur secara mendetail dalam Peraturan Pemerintah. Besaran DAU dihitung menggunakan rumus/formulasi statistik yang kompleks, antara lain dengan variabel jumlah penduduk dan luas wilayah.

Dana Alokasi Khusus (DAK), adalah alokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada provinsi/kabupaten/kota tertentu dengan tujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Pemerintahan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
DAK termasuk Dana Perimbangan, di samping Dana Alokasi Umum (DAU).

Subsidi. Subsidi merupakan bentuk pengeluaran pemerintah yang mengakibatkan kenaikan daya beli masyarakat. Peningkatan daya beli bias terjadi melalui dua hal, (i) harga barang/jasa yang dibayar masyarakat lebih rendah dari yang seharusnya; dan (ii) penghasilan masyarakat meningkat karena tidak perlu mengeluarkan uang untuk memperoleh suatu barang/jasa. Contoh, pemberian subsidi pada Pertamina dimaksudkan agar harga jual bahan bakar minyak (BBM) pada masyarakat lebih rendah dari biaya pengadaannya sehingga sebagian dari penghasilan masyarakat yang seharusnya dipakai untuk membayar konsumsi BBM dapat dipakai untuk keperluan lain. Berdasarkan sifat subsidi yang meningkatkandaya beli masyarakat atau seolah-olah menambah penghasilan, maka subsidi sering disebut sebagai pajak negatif Pengeluaran untuk subsidi selalu terkait dengan kebijakan stabilisasi ekonomi yang ditempuh melalui pengendalian harga barang-barang yang banyak dikonsumsi masyarakat atau dianggap merupakan hajat hidup orang banyak. Bentuk-bentuk subsidi tersebut diantaranya adalah (i) subsidi tariff listrik; (ii) subsidi BBM; (iii) subsidi pupuk; (iv) subsidi harga benih; (v) subsidi pengadaan pangan pada Badan Urusan Logistik (BULOG); (vi) subsidi bunga pada kredit program, dan lain-lain.

KESEIMBANGAN PRIMER
Merupakan selisih antara belanja (di luar pembayaran pokok dan bunga hutang) dengan total pendapatan.

SURPLUS/DEFISIT ANGGARAN
Deifisit anggaran merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi APBN di saat angka belanjanya melebihi jumlah pendapatan. Terdapat empat pilihan cara untuk mengukur defisit anggaran, yang masing-masing dikenal dengan sebutan (i) defisit konvensional; (ii) defisit moneter; (iii) defisit operasional; dan (iv) defisit primer.
1) Defisit Konvensional. Defisit yang dihitung berdasarkan selisih antara total belanja dengan total pendapatan termasuk hibah.
2) Defisit Moneter. Merupakan selisih antara total belanja pemerintah (di luar pembayaran pokok hutang) dengan total pendapatan (di luar penerimaan hutang).
3) Defisit Operasional. Merupakan defisit moneter yang diukur dalam nilai riil dan bukan nilai nominal.
4) Defisit Primer. Merupakan selisih antara belanja (di luar pembayaran pokok dan bunga utang) dengan total pendapatan.

PEMBIAYAAN
Dalam keadaan defisit tentunya diperlukan tambahan dana agar kegiatan yang telah direncanakan tetap dapat dilaksanakan. Dana tersebut bias berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Upaya untuk menutup defisit disebut sebagai pembiayaan defisit (deficit financing). Upaya ini dapat dilakukan dalam berbagai bentuk misalnya (i) hutang; (ii) menjual asset milik negara; dan (iii) memperoleh hibah.

Hutang luar negeri pemerintah Indonesia merupakan pinjaman dari pihak-pihak asing seperti (i) negara sahabat; (ii) lembaga internasional (IMF, World Bank, ADB, dll); dan (iii) pihak lain yang bukan penduduk Indonesia. Bentuk hutang yang diterima dapat berupa (i) dana; (ii) barang; dan (iii) jasa. Berbentuk barang bila pemerintah membeli barang modal ataupun peralatan perang yang dibayar secara kredit. Sedangkan bentuk jasa sebagian besar berupa kehadiran tenaga ahli dari pihak kreditur untuk memberikan jasa konsultasi pada bidang-bidang tertentu yang lebih dikenal dengan Technical Assistance.

Pembiayaan meliputi:
1. Pembiayaan Dalam Negeri, meliputi Pembiayaan Perbankan, Privatisasi, Surat Utang Negara, serta penyertaan modal negara.
2. Pembiayaan Luar Negeri, meliputi:
1. Penarikan Pinjaman Luar Negeri, terdiri atas Pinjaman Program dan Pinjaman Proyek
2. Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri, terdiri atas Jatuh Tempo dan Moratorium.

Surat Utang Negara (SUN) adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh negara RI sesuai masa berlakunya. SUN digunakan oleh pemerintah antara lain untuk membiayai defisit APBN serta menutup kekurangan kas jangka pendek dalam satu tahun anggaran.

Asumsi APBN

Dalam proses penyusunan RAPBN, angka-angka asumsi tersebut ditempatkan sebagai faktor luar yang menentukan kondisi anggaran, baik sisi pendapatan maupun belanja. Penetapan angka asumsi dilaksanakan oleh suatu tim yang terdiri dari wakil-wakil dari Bank Indonesia, Departemen Keuangan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kantor Menteri Koordinator Perekonomian, dan Badan Pusat Statistik, yang bersidang secara rutin untuk membahas dan menentukan angka asumsi.
Angka-angka asumsi yang dihasilkan oleh tim tersebut selanjutnya dipakai sebagai dasar untuk menyusun RAPBN. Angka-angka yang tertera masih berupa usulan dari pihak eksekutif (pemerintah) kepada pihak legislatif (DPR). RAPBN ini disampaikan oleh Presiden kepada DPR dalam suatu sidang paripurna yang merupakan awal dari proses pembahasan RAPBN antara pemerintah dan DPR. Perubahan terhadap angka asumsi RAPBN sangat mungkin terjadi selama berlangsungnya proses pembahasan antara Pemerintah dan DPR. Perubahan ini mencerminkan banyak hal diantaranya (i) Pemerintah dan DPR bertanggungjawab terhadap keputusan penetapan angka-angka asumsi dalam APBN; (ii) angka asumsi ditetapkan berdasarkan pertimbangan ekonomi dan politik; dan (iii) terjadi pergeseran secara riil status APBN, dari “milik pemerintah” menjadi “milik publik”.

Dalam penyusunan APBN, pemerintah menggunakan 7 indikator perekonomian makro, yaitu:
1. Produk Domestik Bruto (PDB) dalam rupiah
2. Pertumbuhan ekonomi tahunan (%)
3. Inflasi (%)
4. Nilai tukar rupiah per USD
5. Suku bunga SBI 3 bulan (%)
6. Harga minyak indonesia (USD/barel)
7. Produksi minyak Indonesia (barel/hari)

1 komentar: